Gelap adalah sebuah cerpen yang saya remake dari cerpen "Aku tidak akan pulang, sebab aku tidak akan pernah pergi" dari Bella trinur hayati. Disini
Seberkas cahaya masuk diantara celah cendela yang tertutup
rapat. Dengan perlahan delia mulai membuka kedua matanya, Ferdi suami Delia
duduk disamping Delia, ia tidak sabar melihat reaksi delia saat melihatnya. Rasa
cinta Ferdi terhadap Delia memanglah tak bisa diragukan lagi, tapi dengan
keadaan Delia saat ini Ferdi mulai ragu dengan perasaanya terhadap Delia. Mungkin
mengubur perasaan cinta terhadap Delia akan lebih logis dengan realita sikap Delia
yang berubah-ubah setiap harinya.
Delia mengamati jelas foto yang terpampang disudut kamar,
Delia merasa pernah melihat pria yang ada didalam foto dengan apa yang ia
mimpikan tadi malam.
“Selamat pagi Del, mau langsung mandi atau sarapan dulu?”
sapa Ferdi dengan senyum menawan.
“Siapa kamu?!” Tanya Delia terkejut melihat pria yang ia
tidak kenal duduk disampingnya.
Ferdi terhenyak dengan pertanyaan Delia barusan. Ah lagi,
hatinya merasakan pait seperti tertusuk oleh seribu pisau, walau ia sudah
rasakan berulang-ulang.
“Aku Ferdi suamimu!” Jelas ferdi, singkat.
“Suami?” Delia mulai bingung.
“Iya suami kita sudah menikah hampir 5 tahun!” Jelas ferdi,
singkat.
Tak langsung ia percaya dengan lelaki yang bernama Ferdi
ini, Delia mulai mengingat kenangan apa saja tentang pria yang mengaku bahwa
dia suaminya. Setelah beberapa menit ia berfikir, ia tak menemukan satu pun
kenangan tentang pria ini. Satu satunya yang ia ketahui bahwa dia lah yang
muncul dalam mimpinya tadi malam. Bingung.
“Kamu bohong! Bahkan dalam ingatanku, kamu tak ada sama
sekali! Atau jangan – jangan..”
“Jangan apa?” Tanya ferdi, singkat.
“Jangan – jangan kamu penculikku ya! Iyakan? Kamu mau
menguras hartaku kan? Bilang saja berapa, tak perlu dengan cara seperti ini!”
Sangka Delia.
“hmmt..” Ferdi hanya diam. Mendengar sangkaan Delia barusan
Ferdi sudah terbiasa mendengarnya, bukan sekali atau dua kali. Tapi lebih dari
itu.
Yang Delia rasakan sebenarnya bertolak belankang dengan apa
yang terlontar dari mulutnya, ia merasa bahwa lelaki yang sekarang duduk
disampingnya ini tak punya niatan buruk tentangnya. Bahkan delia merasa bahwa
lelaki yang bernama Ferdi ini adalah lelaki spesial, tapi ia tak tau apa
alasannya.
Ferdi mencoba bersabar sekarang, bukan lagi sabar yang ia
rasakan tapi rasa keputusasaan karena lelah menghadapi situasi sulit seperti
ini, setiap hari. Ferdi merindukan sosok delia yang dulu, ia ingin melihat
Delia seperti dulu. Hanya menunggu jalan satu – satunya yang dokter resepkan
kepadanya, jika mengingat kembali dulu, berbagai alat meja operasi pernah masuk
ketubuh Delia, kondisi Delia kritis terbuai kaku, ia tak tega harus melihatnya
sengsara lagi. Biarlah Ferdi kini yang menanggung beban.
Delia mernyernyitkan kedua matanya menatap Ferdi dengan hati
– hati dengan perlahan jantung delia terpompa begitu cepatnya ia merasakan
sebuah rasa yang berbeda didalam hatinya, ia tak tahu kenapa tapi ia jelas
mengetahui bahwa ini cinta.
“Lalu bagaimana aku bisa percaya bahwa kita sudah menikah?”
Tanya delia dengan suara yang dibuat senormal mungkin.
“Lihat saja foto itu!” Ferdi menunjuk foto yang pertama kali
Delia lihat setelah terbangun dari tidurnya.
“Hanya itu?” tanya Delia, kecut.
“Coba kau tarik cincin yang sekarang kau pakai dijari
kelingkingmu, disitu tertulis namamu dan namaku beserta tanggal pernikahan kita”
Jelas ferdi, singkat.
Delia melihat jelas apa yang dikatakan lelaki ini benar,
cincin emas yang sekarang ia pakai bertuliskan namanya dan nama lelaki itu
beserta tanggal didalamnya ‘ferdi & delia 8 juni 2005’.
Antara Ferdi dengan Delia saat ini hanyalah berjarak satu
meter, masing – masing dari mereka merasakan hatinya berdebar – debar oleh
hangatnya sebuah cinta, saat seperti ini Ferdi tahu harus bagaimana, ia harus
menunggu rangsangan dari dalam pikiran Delia mulai berfungsi kembali.
Setidaknya itu yang dikatakan dokter. Peran ferdilah menjadi faktor utama
penyembuhan Delia, tanpa Ferdi mungkin ia tak bisa apa – apa.
Cintalah yang menyebabkan semua ini terjadi dan semoga cintalah yang juga mengembalikkan delia dari tidur panjangnya.
“Apakah aku bisa mempercayaimu?” tanya delia, mantab.
“ya itu pasti Del” Jelas ferdi, singkat.
“Lalu bagaimana aku bisa tak mengingatmu, bahkan aku tak
memiliki ingatan apapun tentangmu”
“Karena kamu amnesia kejadiannya setahun yang lalu. Jika kau
mau aku bisa menceritakannya lagi untukmu”
“Tentu aku ingin mendengarnya!”
Ferdi mulai menceritakan tragedi yang terjadi setahun yang lalu, tragedi yang menyebabkan
delia menderita amnesia setiap harinya, dan Ferdi yang harus kehilangan tangan
kanannya. Di sebuah kafe yang didalamnya Ferdi dan Delia sedang merayakan
annyversary ke-4. Hujan dibulan juni menambah suasana romantis, Hujan yang turun tak terlalu deras dengan
suasana sore tak terlalu gelap menambah kehangatan yang terjalin mesra antara Ferdi
dan Delia. Empat tahun yang lalu Delia menyaksikan sendiri perjuangan
kekasihnya saat menghadapai penghulu untuk berikrar janji seumur hidup.
Keringat yang tak henti – hentinya keluar dari dahi Ferdi menunjukan keadaanya
yang sedang panik, suaranya bagaikan seorang yang sedang disatroni oleh
depkolektor, seolah dikerongkongannya
sedang tertimbun longsoran udara. Tiga kali ferdi harus mengulang kalimat ijab
dan bersyukurnya Delia di kesempatan ini delia tak perlu merasakan panik karena
malu dilihat para hadirin. Delia kembali mengingatkan Ferdi tentang kejadian
lucu tersebut, Ferdi hanya tersenyum kecut saat mendengar versi cerita dari
Delia yang ia tahu Delia hanya melebih-lebihkan. Dalam hatinya Ferdi mengucap
seribu syukur kepada tuhan karena dikesempatan ini, ia lagi.. Bisa menyaksikan
keindahan tuhan dari tawa delia, bagaimana cantiknya perempuan ini dengan kedua
matanya yang sipit tak lupa sepasang bibir yang begitu indahnya, melengkapi
suasana romantis di bulan juni.
Bersambung disini ya! Harap sabar menunggu cerita selanjutnya :D
Komentar
Posting Komentar